Bermakna Tapi Belum Punya Arti
(Oleh: Kasrizal)
“Gantungkanlah cita-citamu setinggi
angkasa, toh walaupun kamu harus terjatuh masih ada bintang-bintang tempat
berpijak.” Kalimat itu menggema keluar dari toa besar di sudut teras lantai dua
gedung sekolah saat upacara pembukaan Masa Orientasi Siswa baru tahun ajaran
2010/2011 SMA 3 Batusangkar. Itulah suara Bapak Rosfairil Kepala Sekolah SMA 3
Batusangkar yag super bijak dan bijaksana.
Di pagi yang dingin karena embun
yang sangat tebal masih melapisi udara di bukit kecil yang kadang disebut juga
bukit teletubies itu kalimat tersebut menjelma menjadi bara yang menghangatkan.
“Nama saya Kasrizal, nama panggilan
saya Kas.” Serentak semua orang tertawa, aku bingung apa yang di tertawakan
oleh orang-orang ini, apakah ada yang salah dengan diriku?. Ternyata nama
Kasrizal yang menjadi bahan tertawaan mereka. Satu hal yang baru aku sadari
sejak SMA ini adalah bahwa orang menganggap namaku sangat jadul. Tapi setelah
aku fikirkan lagi ada benarnya juga sih, sebab selama perjalanan hidupku belum
pernah aku temui orang dengan nama Kasrizal.
“Kas, kamu lahirnya tahun 60-an ya?”
seorang teman yang bernama Aan melontarkan pertanyaan itu tanpa beban
sedikitpun. Aan adalah teman sebangku denganku waktu itu.
“iya. Aku sama
lahir dengan kakekmu, dulu kami sering main kelereng bersama.” Aku menjawabnya
dengan nada bercanda. Seolah-olah aku tak peduli kalau sekarang ini namaku
adalah topik baru di sekolah ini.
“Kasrizal, Dalias, Hendrizon, haha
satu kampung namanya pendek-pendek, orang tahun 60-an.” Lagi dan lagi masih
masalah nama. Dan kebetulan sekali salah seorang temanku yang sama nasib
namanya denganku itu juga berasal dari kampungku. Namanya Dalias, nama yang
hanya terdiri dari satu kata dan ternyata di sekolah ini tergolong jadul juga.
Walaupun aku sendiri kurang tau pasti bagaimana cara mengolongkan nama jadul
atau nama modren.
“Kas!” teriak Dalias memanggilku.
“Ia Dal ada apa?”
“Kenapa nama kita di permasalahkan
disini ya?” tanya Dalias seperti tak terima kalau namanya di cemooh.
“Entahlah, mungkin memang nama kita
yang salah, coba perhatikan zaman sekarang ada g’ orang yang namanya mirip
dengan nama kita?”
“G’ sih, tapi g’ segitunya juga
kali. Terserah kita donk mau namanya apa.” Dalias mencoba membela batinnya.
“Maklum lah Dal, dulu saat kita
lahir listrik kan belum masuk ke kampung kita jadi orang tua kita kurang nonton
sinetron. Jadi mereka kasih aja kita nama yang simple dan nyaris tak bermakna
ini. Sudahlah Dal terima sajalah, syukuri saja. Nanti kalau mau ngasih nama
anak kita kasih yang gaul-gaul ala artis gitu.”
“hahaja. Iya juga ya, ternyata
memang baru terasa fungsi sinetron sekarang.” Kami mencoba menghibur diri
masing- masing.
“klau Alfi Solehan itu artinya
seribu kebaikan, Alfi itu artinya seribu sedangkan solehan itu artinya
kebaikan.’ Kata pak Ariswandi guruPendidikan Agama Islam saat pertama masuk
dalam kelas kami. Batinku mengencut, aku paling malas sesi ini, sudah bisa
kuramalkan kalau sebentar lagi aku akan jadi pusat perhatian dan semua orang
akan tertawa sambil melihat ke arahku.
“Kasrizal.” Baru saja pak Ariswandi
menyebut nama itu ramalan ku tadi terjadi tanpa meleset sediktipun, persis sama
seperti apa yang aku ramalkan. Semua orang tertawa termasuk aku.
‘Kasrizal, kamu tahu apa arti
namamu?”
“Tidak pak.” Jawabku pendek.
“Pernah tidak kamu tanya kepada
orang tuamu apa arti namamu ?”
“Pernah dulu Pak, tapi tidak ada
jawaban Pak.’ Entah apa yang lucu dari jawabanku tadi tiba-tiba kelas embali
heboh.
‘Kasrizal, kalau rizal itu artinya
laki-laki, tapi kalau kas itu apa ya artinya?”
“Kontan pak.” Jawab Aan spontan. Dan
masih seperti sebelumnya. Heboh.
“Laki-laki kontan.” Sahut teman yang
lain menyambung jawaban yang di katakan Aan tadi. Aku hanya ikut tertawa tanpa
menyalahkan siapapun.
Permasalahan nama ini ternyata punya
dampak besar bagiku terutama terhadap mentalku. Aku menjadi sangat malu karena
namaku itu padahal sebelumnya aku tak pernah merasakan hal seperti itu. SMA ini
telah meruntuhkan mentalku.
Aku mulai mencari-cari siapa yang
salah atas semua ini. Apakah ini salah orang tuaku, tapi aku tak mau
menyalahkan mereka, mereka telah bersusah payah membesarkanku dan bukan untuk
disalahkan karena hal kecil yang sekarang menjadi sangat besar bagiku.
Apakah ini salah teman-temanku, tapi
aku tak bisa menyalahkan mereka, mereka punya hak untuk komentar. Ataukah ini
salah diriku? Tapi aku tak pernah diberi piliahan nama mana yang aku suka saat
masih bayi dulu. Kesimpulannya tak ada yang salah, dan aku berusaha untuk
mengatakan pada diriku kalau ini tidaklah boleh menjadi masalah bagiku.
Beberapa minggu aku telah memakai
seragam putih abu-abu aku mengikuti lomba biologi tingkat Sumatera Barat di Unversitas
negriPadang dan hasilnya mengejutkan, aku bisa meraih peringkat 2 dan sejak saa
itulah nama Kasrizal menjadi lebih luas dipermasalahkan. Sebab satu sekolah
tahu kalau ada yang punya nama jadul.
Tiba-tiba aku merasa ini tidak adil
atau tidak fair bagiku. Mengapa harus terjadi pada diriku. Nama ini menjadi
beban yang sangat berat bagiku. Pernah terlintas di pikiranku untuk mengganti
nama tapi itu bukanlah hal mudah, tentu saja bukan hanya masalah hapus nama ini
lalu ganti dengan nama baru tapi ini lebih dari jati diriku yang sudah hampir
16 tahun aku bawatentunya tidak mudah untuk menggantinya. Tapi batinku
berontak. Dilema
Suaru hari saat belajar sejarah.
Waktu itu materi yang di bahas adalah apa itu sejarah dan kenapa sesuatu hal
bisa menjadi sejarah dan salah satu alasan kenapa suatu hal bisa menjadi
sejarah adalah unik. Aku berpikir apakah namaku unik?. aku bertanya-tanya dalam
hati. Jika benar bearti aku telah terdaftar dalam sejarah. Tapi terdaftar dalam
sejarah nama-nama orang jadul. Aku pikir lagi itu bukanlah harapanku.Aku ingin
masuk dalam sejarah membawa nama ku ini. Aku ingin mengukir sejarahku sendiri
dengan caraku sendiri. Lalu aku berfikir apa yang harus ku lakukan untuk
terdaftar dalam sejarah.
Ketika aku pulang kampung aku
menanyakan lagi kepada orang tuaku kenapa namaku Kasrizal, aku katakan kalau
ini nama jadul, nama orang lama. Lalu ibuku menjawab “Apalah arti sebuah nama
jika tak bersesuaian dengan pemiliknya.” Aku belum dapat mengambil makna dari
perkataan ibuku itu, lalu ia menyambung jawabannya “Banyak orang yang arti
namanya sangat bagus tapi kelakuannya tak sebagus namanya itu.” Lalu aku
menjawab “ tapi kan g’ harus pendek dan jadul juga kan?”. Lalu ibuku menjawab
lagi “Jadilah orang yang sederhana dan buatlah arti namamu sendiri melalui
perilakumu!”
Sejak saat itu aku menyadari bahwa
namaku ini bukanlah tanpa perhitungan, sejak saat itu juga aku tak lagi malu
dengan namaku ini, aku harus membuat arti yang indah untuk namaku ini.
Cita-cita ku yang dulu telah aku gantungkan di angkasa
sekarang telah tergantung lebih jauh. Di SMA ini aku bertekad memulai mengukir
sejarah atas namaku dan memulai memberi arti pada namaku sendiri sebab disini
juga aku dipaksa untuk memulainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar